SELAMAT DATANG

SEMOGA INFORMASI DALAM BLOG SAYA DAPAT BERMANFAAT

Jumat, 11 Februari 2011

tahap perkembangan bermain pada anak

TAHAP PERKEMBANGAN BERMAIN MENURUT PARA AHLI:

JEAN PIAGET (1962)
Sejalan dengan perkembangan kognisi atau daya pikir anak, Jean Piaget mengemukakan tahapan bermain sebagai berikut:

1.      Sensory Motor Play (Bermain yang mengandalkan indera dan gerakan-gerakan tubuh). (usia >3 atau 4 bulan – 24 bulan).
Bermain dimulai pada periode perkembangan kognitif sensori motor, sebelum usia 3 - 4 bulan, gerakan atau kegiatan anak belum dapat dikategorikan bermain, kegiatan anak semata-mata merupakan kelanjutan dari kenikmatan yang diperolehnya. Kegiatan bayi hanya merupakan pengulangan dari hal-hal yang dilakukan sebelumnya. Jean Piaget menamakannya dengan reproductive assimilation (pengulangan dari hal-hal sebelumnya). Meskipun demikian kegiatan tersebut merupakan cikal-bakal dan kegiatan bermain di tahap perkembangan selanjutnya.
Sejak usia 3 - 4 bulan, kegiatan anak lebih terkoordinasi dan belajar dari pengalamannya anak belajar bahwa dengan menarik mainan yang tergantung di atas tempat tidurnya, maka mainan tersebut akan bergerak dan berbunyi. Kegiatan seperti ini diulang berkali-kali dan menimbulkan rasa senang. Senang yang sifatnya fungsional dan senang karena dapat menyebabkan sesuatu terjadi. Pada usia 7 - 11 bulan kegiatan yang dilakukan anak bukan semata-mata berupa pengulangan, namun sudah disertai variasi.
Pada usia 18 bulan baru tampak adanya percobaan-percobaan aktif pada kegiatan bermain anak. Anak sudah semakin mampu memvariasikan tindakannya terhadap berbagai alat permainan. Hal ini merupakan awal dari penjelajahan sistematik terhadap lingkungannya.

2.      Symbolic atau Make Believe Play (usia >2 tahun - 7 tahun)
Periode pra operasional yang terjadi antara 2 - 7 tahun dapat dikategorikan Symbolic atau Make Believe Play, tandanya ialah anak dapat bermain khayal dan bermain pura-pura. Pada masa ini anak lebih banyak bertanya dan menjawab pertanyaan, mencoba berbagai berbagai kegiatan yang berkaitan dengan konsep angka, ruang, kuantitas dan sebagainya. Seringkali anak menanyakan sesuatu hanya sekedar bertanya, tidak terlalu memperdulikan jawaban yang diperolehnya. Walau sudah dijawab anak akan terus bertanya lagi. Anak sudah mulai dapat menggunakan berbagai benda sebagai simbol atau representasi benda lain. Misalnya menggunakan sapu sebagai kuda-kudaan, menganggap sobekan kertas sebagai uang dan lain-lain.
Bermain simbolik juga berfungsi untuk mengasimilasikan dan mengkonsolidasikan (menggabungkan) pengalaman emosional anak. Setiap hal yang berkesan bagi anak, akan dilakukan kembali dalam kegiatan bermainnya. Dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan bermain simbolik ini akan akan semakin bersifat konstruktif dalam arti lebih mendekati kenyataan, merukapakan latihan berpikir serta mengarahkan anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

3.      Social Play Games with rules (>8 tahun - 11 tahun)
Dalam bermain pada tahap yang tertinggi, penggunaan simbol lebih banyak diwarnai oleh nalar dan logika yang bersifat objektif. Sejak usia 8 - 11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games with rules, di mana kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh aturan permainan.  Contohnya bermain ular tangga.

4.      Games with Rules and Sports (11 tahun ke atas)
Contoh lain dari kegiatan bermain yang memiliki aturan adalah olah raga. Kegiatan bermain ini masih menyenangkan dan dinikmati anak-anak, meskipun aturannya jauh lebih ketat dan diberlakukan secara kaku dibandingkan dengan jenis permainan yang tergolong games seperti kartu atau kasti. Anak senang melakukannya berulang-ulang dan terpacu untuk mencapai prestasi sebaik-baiknya (Piaget, 1951; dalam Mayke, 2001).

Dengan demikian bagi Jean Piaget, bermain pada awalnya dilakukan hanya sekedar demi kesenangan, lambat laun mengalami pergeseran. Bukan hanya rasa senang yang menjadi tujuan, tetapi ada suatu hasil akhir tertentu yang ingin dicapai, seperti ingin menang dan memperoleh hasil kerja yang baik.



HURLOCK (1981)
Menurut Hurlock ada 4 tahapan bermain pada anak, yaitu :

1.      Tahap Penjelajahan (Exploratory stage)
Ciri khasnya adalah berupa kegiatan mengenai obyek atau orang lain, mencoba menjangkau atau meraih benda dikelilingannya, lalu mengamatinya. Hingga bayi berusia 3 bulan, permainan mereka terutama terdiri atas melihat orang dan benda serta melakukan usaha acak untuk menggapai benda yang di acungkan. Contohnya, saat anak merangkak, semua benda yang dilewatinya cendrung ingin ia diraih.

2.      Tahap Mainan (Toy stage)
Bermain barang mainan dimulai pada tahun pertama dan mencapai puncak pada usia 5-6 tahun. Pada mulanya anak hanya mengeksplorasi mainannya. Biasanya terjadi pada usia pra sekolah atau  anak-anak di Taman Kanak-Kanak. Pada tahap ini anak-anak berpikir bahwa benda mainannya hidup dan dapat berbicara, makan, merasa sakit dan sebagainya. Misalnya bermain dengan boneka dan biasanya anak-anak mengajaknya bercakap atau bermain seperti layaknya teman bermainnya.

3.      Tahap Bermain ( Play Stage)
Terjadi pada saat anak mulai masuk Sekolah Dasar. Anak bermain dengan alat permainan yang beragam. Semula mereka meneruskan bermain dengan barang mainan, terutama bila sendirian tapi lama kelamaan berkembang menjadi games, olahraga dan bentuk permainan lain yang juga dilakukan orang dewasa. Contohnya bermain bola kasti.

4.      Tahap Melamun (Daydream Stage)
Diawali saat anak mendekati masa pubertas, mereka mulai kehilangan minat dalam permainan yang sebelumnya disenangi. Pada tahap ini anak banyak menghabiskan waktu untuk melamun atau berkhayal. Biasanya khayalan anak-anak pada tahap ini mengenai perlakuan kurang adil dari orang lain atau merasa kurang dipahami oleh orang lain.

Dari penjelasan di atas maka dapat dipahami, bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh anak dengan spontan, dan perasaan gembira, tidak memiliki tujuan ekstrinsik, melibatkan peran aktif anak, memiliki hubungan sistematik dengan hal-hal diluar bermain(seperti perkembangan kreativitas), dan merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya, serta memungkinkan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya tersebut. Masa bermain pada anak memiliki tahap-tahap yang sesuia dengan perkembangan anak, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor dan sejalan juga dengan usia anak.



RUBIN, FEIN DAN VANDENBERG (1983) DAN SMILANSKY (1968)
Pendapat Rubin, Fein, Vandenberg dan Smilansky dalam bukunya Laura E. Berk (1994), Child Development, dikemukakan bahwa tahapan perkembangan bermain kognitif anak adalah sebagai berikut:

1.      Bermain Fungsional (Functional Play)
Bermain seperti ini biasanya tampak pada anak berusia 1-2 tahunan berupa gerakan yang bersifat sederhana dan berulang-ulang. Kegiatan bermain ini dapat dilakukan dengan atau tanpa alat permainan. Misalnya: berlari-lari sekeliling ruang tamu, mendorong dan menarik mobil-mobilan, mengolah lilin atau tanah liat tanpa maksud untuk membuat bentuk tertentu dan yang semacamnya.


2.      Bermain Bangun Membangun (Constructive Play)
Bermain membangun sudah dapat terlihat pada anak berusia 3-6 tahun. Dalam kegiatan bermain ini anak membentuk sesuatu, menciptakan bangunan tertentu dengan alat permainan yang tersedia. Misalnya: membuat rumah-rumahan dengan balok kayu atau potongan lego, menggambar, menyusun kepingan-kepingan kayu bergambar dan yang semacamnya.


3.      Bermain Pura-pura (Make-believe Play)
Kegiatan bermain pura-pura mulai banyak dilakukan anak berusia 3-7 tahun. Dalam bermain pura-pura anak menirukan kegiatan orang yang pernah dijumpainya dalam kehidupan sehari-hari. Dapat juga anak melakukan peran imajinatif memainkan tokoh yang dikenalnya melalui film kartun atau dongeng. Misalnya: main rumah-rumahan, polisi dan penjahat, jadi batman atau ksatria baja hitam.

4.      Permainan dengan peraturan (Games with Rules)
Kegiatan jenis ini umumnya sudah dapat dilakukan anak usia 6-11 tahun. Dalam kegiatan bermain ini, anak sudah memahami dan bersedia mematuhi aturan permainan. Aturan permainan pada awalhya diikuti anak berdasarkan yang diajarkan orang lain. Lambat laun anak memahami bahwa aturan itu dapat dan boleh diubah sesuai kesepakatan orang yang terlibat dalam permaina, asalkan tidak terlalu menyimpang jauh dari aturan umumnya. Misalnya: main kasti, galah asin atau gobak sodor, ular tangga, monopoli, kartu, bermain tali dan semacamnya.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa bermain menurut Rubin, Fein, Vandenberg dan Smilansky merupakan suatu kegiatan yang sederhana dan semakin lama semakin kompleks (rumit) yang ditandai dengan penggunaan peraturan dalam permainan yang bertujuan untuk memperoleh kesenangan. Kegiatan bermain ini untuk mengembangkan kemampuan kognitif anak dan 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar