SELAMAT DATANG

SEMOGA INFORMASI DALAM BLOG SAYA DAPAT BERMANFAAT

Minggu, 22 Mei 2011

GENETIKA DAN PENYAKIT GENETIK

TERMINOLOGI


1.      Kromosom :
Pada sel hewan, suatu struktur dalam inti yang mengandung benang DNA linier , yang menghantarkan informasi genetic dan berkaitan dengan RND dan histon; selama pembelahan sel, bahan yang ,menyusun kromosom (kromatin) terpilin dengan padat sehingga kromosom dapat dilihat dengan pewarnaan yang sesuai dan memungkinkan pergerakannnya dalam sel dengan kekusutan minimal. Tiap organisme dari suatu spesies yang secara normal mempunyai jumlah kromosom yang khas dalam sel somatiknya; pada manusia, normalnya terdapat 46 kromosom, termasuk kedua kromosom ( XX atau XY) yang menentukan jenis kelamin organisme.

2.      Seks kromosom :
Kromosom yang terkait dengan penentuan jenis kelamin, pada mamalia terdiri dari suatu pasangn yang tidak sama, kromosom X dan Y.

3.      Autosom :
Kromosom-kromosom yang biasanya berpasangan yang sama pada pria dan wanita, dan dibedakan dari kromosom seks; 22 pasang autosom pada manusia.

4.      jumlah kromosom :
o   Jumlah kromosom manusia 46, yaitu kromosom sexnya 2 dan autosomnya 44 dalam tiap nucleus sel tubuh.
o   Karena jumlah kromosom manusia adalah khas yeitu 46 buah (23 pasang) yang terdiri dari 22 pasang autosom dan 1 pasang gonosom, maka formula kromosom manusia adalah :
- Untuk laki-laki adalah 46, XY atau dapat ditulis juga 44 + XY.
- Untuk wanita adalah 46, XX atau dapat ditulis juga 44 + XX.
o   Seperti diketahui kromosom ada dua jenis yaitu AUTOSOM dan GONOSOM

5.      Lokus :
Dalam ilmu genetika, letak gen pada kromosom, bentuk gen (alel) yang berbeda ditemukan pada posisi yang sama pada kromosom homolog.



6.      Gen :
Segmen molekul DNA yang mengandung semua informasi yang diperlukan untuk sintesis produk (rantai polipeptida atau molekul RNA), yang termasuk rangkaian pengkodean dan non pengkodean. Ini merupakan unit biologi keturunan, reproduksi sendiri, dan ditularkan dari orang tua ke anak-anak. Setiap gen memiliki posisi spesifik ( lokus ) pada peta kromosom. Dari segi fungsinya, gen mencakup gen structural, oprator, dan gen pengatur.

7.      DNA :
Deoxyribonukleid acid; asam nukleat yang gulanya adalah deoksiribosa, pengganti bahan genetic utama sel organisme dan virus DNA, serta berlangsung secara predominan dalam inti. Dapat merupakan suatu polimer yang linear atau sirkular dengan sebuah penyusun yang terdiri atas moieties seoksiribose yang berkaitan dengan gugus fosfat yang melekat pada hidroksil 5`dan 3`nya, dengan rantai samping yang terdiri atas basa purin (adenine dan guanin) serta basa primidin (sitosin dan timin) yang melekat pada gula tersebut. Pada DNA rantai ganda, adenine membentuk dua hidrogen yang terkait dengan timin, dan sitosin membentuk tiga dengan guanine; ini merupakan pasangan basa pendamping. Rantai tersebut terpuntir untuk membentuk suatu untai ganda dan antiparalel. DNA diduplikasikan melalui replikasi, dan membuat sebagai suatu usaha untuk mensintesis asam ribonukleat (transkripsi).

8.      RNA
Ribonucleic Acid; asam nukleat yang gulanya merupakan gula ribose, yaitu bahan genetic dalam RNA virus dan berperan dalam pengaliran informasi genetic. Paruh-paruh ribosil saling berikatan melalui gugus fosfat yang melekat pada gugus hidroksil 5` dan 3`-nya untuk membentuk tulang belakang polimer linear; basa purin dan pirimidin yang melekat pada gula membentuk rantai samping. Basa-basa khasnya, yaitu adenine (A), urasil (U), sitosin (C). Dan guanin (G), masing-masing secara berurutan dispesifikasi  oleh adanya timin (T),A,G, dan C dalam gen yang sedang ditranskripsi. Banyak molekul RNA mengandung basa yang termodifikasi oleh proses post trankripsi  (metilasi, deaminasi, isomerasasi), dan beberapa diantaranya mengandung struktur sekunder, seperti base-pairing antara urutan swa-komplementer yang menstabilkan konformasi-konformasi khusus.

9.      Lengan P :
Lengan pendek kromosom
10.  Lengan Q :
Lengan pendek kromosom.

11.  Nomor kromosom :
Kromosom diberi nomor dalam urutan sesuai ukurannya: 1 terbesar dan seterusnya. Terdapat satu pengecualian terhadap aturan ini adalah kromosom 21 dan 22 dimana kromosom 22 lebih besar dari kromosom 21. Hal ini dikarenakan oleh aturan histories terhadap sindroma Down pada trisomi 21 dimana pasangan kromosom ini tidak dinamai ulang saat terjadi perbedaan ukuran. Satu pasang kromosom tidak diberi nomor 23, melainkan XY atau XX karena merupakan kromosom sex.

12.  Mutasi :
Perubahan bentuk, kualitas, atau beberapa karakterristik lain. 2. dalam ilmu genetika, perubahan permanent yang dapat diturunkan pada bahan genetic, bisanya pada gen tunggal. Juga, individu yang memperlihatkan perubahan.

13.  Delesi :
Dalam genetika, hilangnya bahan genetic pada kromosom, termasuk hilangnya nekleotida tunggal, yang dapat membung pembacaan susunan diluar penataan dan menyebabkan suatu mutasi pemindahan susunan jika berada dalam urutan pengkodean, untuk menghilngkan bagian atau seluruh gen, untuk menghilangkan suatu bagian kromosom yang dapat terlihat secara mikroskopik, yang kemungkinan melibatkan gen yang multiple.

14.  Inversi :
Pembalikan ke dalam, bagian dalam ke luar, bagian atas ke bawah, atau kebalikan hubungan normal dari suatu bagian 2. dalam genetika, aberasi kromosom akibat penyatuan segmen kembali secara terbalik setelah pemecahan kromosam pada dua titik. Hasilnya adalah perubahan urutan gen atau nukleotida; e.g., urutan abcdefg mungkin terbalik menjadi abfedcg.

15.  Alel :
Setiap bentuk alternatif suatu gen yang dapat menempati lokus kromosom yang khusus. Pada manusia dan organisme diploid lain terdapat 2 alel, salah satunya pada tiap kromosom dari pasangan hmoloknya.




16.  Dominan :
Keadaan menjadi dominant. Pada genetic, penampakan fenitipik gen penuh pada heterozigot dan homozigot. Kemampuan mengekpresi bila dibawa hanya oleh satu pasang kromosom homolok (alel atau cirri dominant).

17.  Resesif :
Cenderung menyusut, tidak menunjukkan peranan atau mengontrol pengaruh; dalam genetika, tidak dapat menampilkan diri kecuali jika alel yang bertanggung jawab membawa kedua anggota pasangan kromosom yang homolog. 2. alel atau sifat yang resesif.

18.  Sitogenetik :
Sitogenetik, merupakan spesialisasi dalam melakukan pendeteksian terhadap kelainan khromosom.

19.  Fenotif :
Fenotip adalah sifat fisik, biokimiawi, dan fisiologis yang terdapat dalam diri seseorang sebagaimana ditentukan baik secara genetik maupun lingkungan. Dengan kata lain fenotip adalah manifestasi genotip yang dapat dilihat pada tingkat makroskopis.

20.  Genotif :
Seluruh konstitusi genetic dari suatu individu. 2. alel yang terdapat pada satu atau lebih lokus spesifik. 3. spesies tipe dari genus.

21.  Duplikasi :
Dalam genetika, adanya bahan genetic tambahan pada genom (kromosom atau segmen, gen atau bagian). 2. penggandaan bagian tubuh yang abnormal.

22.  Translokasi :
Penyimpanan struktur kromosom; satu segmen kromosom dipindahkan ke kromosom non homolog, hasil dari kerusakan kedua kromosom dengan penggabungan kembali dengan susunan yang abnormal. Di sebut juga interchange.



DOGMA CENTRAL
Yang dimaksud Dogma Central di sini adalah semua informasi terdapat pada DNA, kemudian akan digunakan untuk menghasilkan molekul RNA melalui transkripsi, dan sebagian informasi pada RNA tersebut akan digunakan untuk menghasilkan protein melalui proses yang disebut translasi.
Ada tiga proses dasar yang tercakup dalam dogma inti:
Gambar  Central dogma
Berikut adalah mekanisme prosesnya :

A. REPLIKASI DNA

Replikasi adalah proses penggandaan DNA ketika suatu sel membelah dan membentuk sel yang baru. DNA pada sel lama berfungsi sebagai cetakan (template) untuk membuat salinan DNA pada sel baru yang urutan basa A-C-G-T nya persis sama. Ini menjamin setiap sel dalam tubuh kita memiliki seperangkat resep lengkap untuk membuat protein yang dibutuhkan.
B. TRANSKRIPSI
Ini merupakan tahapan awal dalam proses sintesis protein yang nantinya proses tersebut akan berlanjut pada ekspresi sifat-sifat genetik yang muncul sebagai fenotip. Dan untuk mempelajari biologi molekuler tahap dasar yang harus kita ketahui adalah bagaimana mekanisme sintesis protein sehingge dapat terekspresi sebagai fenotip.
Transkripsi merupakan proses sintesis molekul RNA pada DNA templat. Proses ini terjadi pada inti sel (nukleus) tepatnya pada kromosom.
Komponen yang terlibat dalam proses transkripsi yaitu : DNA templat yang terdiri atas basa nukleotida Adenin (A), Guanin (G), Timin (T), Sitosin (S) ; enzim RNA polimerase ; faktor-faktor transkripsi, prekursor (bahan yang ditambahkan sebagai penginduksi).
Hasil dari proses sintesis tersebut adalah tiga macam RNA, yaitu mRNA messeger RNA), tRNA (transfer RNA), rRNA (ribosomal RNA).
Sebelum itu saya akan memaparkan terlebih dahulu bagian utama dari suatu gen. Gen terdiri atas : promoter, bagian struktural (terdiri dari gen yang mengkode suatu sifat yang akan diekspresikan), dan terminator. Sedangkan struktur RNA polimerase terdiri atas : beta, beta-prime, alpha, sigma. Pada struktur beta dan beta-prime bertindak sebagai katalisator dalam transkripsi. Struktur sigma untuk mengarahkan agar RNA polimerase holoenzim hanya menempel pada promoter. Bagian yang disebut core enzim terdiri atas alpha, beta, dan beta-prime.
Tahapan dalam proses transkripsi pada dasarnya terdiri dari 3 tahap, yaitu :
1.    Inisiasi (pengawalan)
Transkripsi tidak dimulai di sembarang tempat pada DNA, tapi di bagian hulu (upstream) dari gen yaitu promoter. Salah satu bagian terpenting dari promoter adalah kotak Pribnow (TATA box). Inisiasi dimulai ketika holoenzim RNA polimerase menempel pada promoter. Tahapannya dimulai dari pembentukan kompleks promoter tertutup, pembentukan kompleks promoter terbuka, penggabungan beberapa nukleotida awal, dan perubahan konformasi RNA polimerase karena struktur sigma dilepas dari kompleks holoenzim.

2. Elongasi (pemanjangan)
Proses selanjutnya adalah elongasi. Pemanjangan di sini adalah pemanjangan nukleotida. Setelah RNA polimerase menempel pada promoter maka enzim tersebut akan terus bergerak sepanjang molekul DNA, mengurai dan meluruskan heliks. Dalam pemanjangan, nukleotida ditambahkan secara kovalen pada ujung 3’ molekul RNA yang baru terbentuk. Misalnya nukleotida DNA cetakan A, maka nukleotida RNA yang ditambahkan adalah U, dan seterusnya. Laju pemanjangan maksimum molekul transkrip RNA berrkisar antara 30 – 60 nukleotida per detik. Kecepatan elongasi tidak konstan.

3. Terminasi (pengakhiran)
Terminasi juga tidak terjadi di sembarang tempat. Transkripsi berakhir ketika menemui nukleotida tertentu berupa STOP kodon. Selanjutnya RNA terlepas dari DNA templat menuju ribosom.

C. TRANSLASI
Tahap selanjutnya setelah transkripsi adalah translasi. Translasi merupakan suatu proses penerjemahan urutan nukleotida yang ada pada molekul mRNA menjadi rangkaian asam-asam amino yang menyusun suatu polipeptida atau protein.
Yang diperlukan dalam proses translasi adalah : mRNA, ribosom, tRNA, dan asam amino.
Sebelumnya saya terlebih dahulu akan menjelaskan tentang struktur ribosom. Ribosom terdiri atas subunit besar dan kecil. Bila kedua subunit digabung akan membentuk suatu monosom. Subunit kecil mengandung sisi Peptidil (P), dan Aminoasil (A). Sedangkan subunit besar mengandung Exit (E), P, dan A. Kedua subunit tersebut mengandung satu atau lebih molekul rRNA. rRNA sangat penting untuk mengidentifikasi bakteri pada tataran biologi molekuler, pada prokariot 16 S dan eukariot 18 S.
Seperti halnya transkripsi, pada translasi juga dibagi dalam tiga tahap :
1. Inisiasi
Pertama tRNA mengikat asam amino, dan hal ini menyebabkan tRNA teraktivasi atau peristiwa ini disebut amino-asilasi. Proses amino-asilasi ini dikatalisis oleh enzim tRNA sintetase. Kemudian ribosom mengalami pemisahan menjadi subunit besar dan kecil. Subunit kecil selajutnya melekat pada molekul mRNA dengan kodon awal tempat menempel : 5’ – AGGAGG – 3’. Urutan tempat menempelnya subunit kecil disebut urutan Shine-Dalgarno. Subunit kecil dapat menempel pada mRNA bila ada IF-3. Pembentukan kompleks IF-2/tRNA-fMet dan IF-3/mRNA-fMet disebut asam amino N-formilmetionin dan memerlukan banyak GTP sebagai sumber energi. tRNA-fMet kemudian menempel pada kodon pembuka P subunit kecil. Selanjutnya Subunit besar menempel pada subunit kecil. Pada proses ini IF-1 dan IF-2 dilepas dan GTP dihidrolisis menjadi GDP, dan siap melakukan elongasi.
2. Elongasi
Perbedaan pada proses transkripsi, pada translasi asam amino yang dipanjangkan. Tahapan yang dilakukan pada proses elongasi, pertama adalah pengikatan tRNA pada sisi A yang ada di ribosom. Pemidahan tersebut akan membentuk ikatan peptida.
3.Terminasi   
Translasi akan berakhir pada waktu salah satu dari ketiga kodon terminasi (UAA, UGA, UAG) yang ada pada mRNA mencapai posisi A pada ribosom. Pada E. coli ketiga sinyal penghentian proses translasi tersebut dikenali oleh suatu protein yang disebut release factor (RF). Penempelan RF pada kodon terminasi tersebut mengaktifkan enzim peptidil transferase yang menghidrolisis ikatan antara polipeptida dng tRNA pada sisi P dan menyebabkan tRNA yang kosong mengalami translokasi ke sisi E (exit).
Itulah  mekanisme proses transkripsi maupun translasi. Proses selanjutnya adalah protein tersebut akan diekspresikan oleh tubuh kita dalam bentuk fenotip.

Gangguan Medan Energi
Definisi             : Gangguan dari aliran energy sekeliling orang yang merupakan hasil dalam ketidak sesuaian dari tubuh, hati ataupun pikiran.
Batasan karakteristik
·         Gerakan (bergelombang/ terpaku / perasaan geli / bodoh / menggantung)
·         Suara (nada / kata)
·         Perubahan Temperatur (hangat / dingin)
·         Perubahan Peglihatan (gamber / warna)
·         Gangguan medan energy (melamun / terpaku / diam / membengkak)

Faktor-faktor yang berhubungan akan dikembangkan


Syndrome Interpretasi Lingkungan, Gangguan
Definisi             : Berkurangnya dari tujuan pada seseorang, tempat, waktu atau keadaan yang terlalu lebih dari 3 sampai 6 bulan, kewajiban suatu lingkungan yang dapat melindingi.

Batasan karakteristik
  1. ·         Tetap tidak berorientasi dalam lingkungan yang dikenal dan tidak dikenal
  2. ·         Riwayat keadaan yang membingungkan
  3. ·         Kehilangan kedudukan atau fungsi sosial dari ingatan yang berkurang
  4. ·         Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk dan perintah yang mudah
  5. ·         Ketidakmampuan untuk mengeluarkan pendapat
  6. ·         Lambat dalam menjawab pertanyaan

Faktor-faktor yang berhubungan
-          Depresi
-          Penyakit Huntington
-          Dimensia (contoh : Alzeimer, Dimensia multi infark, penyakit pick, AIDS, alcohol, penyakit Parkinson)

Selasa, 22 Februari 2011

Reaksi Hipersensitivitas (created by Mursalin PSIK UNSRI 2007)

REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Reaksi hipersensitivitas adalah reaksi imun yang patologik yang terjadi akibat respon imun yang berlebihan atau reaksi yang tidak sesuai, sehingga menyebabkan kerusakan jaringan tubuh. Kerusakan yang terjadi pada jaringan host adalah konsekuensi dari hipersensitivitas dari reaksi imun. Terminologi sensitivitas, alergi dan hipersensitivitas adalah pengertian yang sama. Pada individu yang rentan, reaksi tersebut secara khas terjadi setelah kontak yang kedua deengan antigen spesifik (allergen). Kontak yang pertama kali merupakan kejadian yang diperlukan untuk menginduksi sensitasi terhadap allergen tersebut.
Hipersensitivitas terbagi menjadi 4 kelas (tipe I – IV) berdasarkan mekanisme yang ikut serta dan lama waktu reaksi hipersensitif.

  1. Reaksi Hipersensitivitas tipe I ( Reaksi cepat/anafilaksis)

Reaksi Hipersensitivitas tipe I terjadi dalam reaksi jaringan terjadi dalam beberapa menit setelah antigen bergabung dengna antibody yang sesuai.Ini dapat terjadi sebagai anfilaksis sistemetik (misalnya setelah pemberian protei heterolog) atau sebagai reaksi local (misalnya alergi atopik seperti demam hay). Mekanisme umum dari hipersensitivitas tipe cepat dimulai ketika antigen menginduksi pembentukan IgE, yang terikat kuat dengan reseptor pada sel basofil dan sel mast melalui bagian Fc antibody tersebut. Beberapa saat kemudian kontak yang kedua dengan allergen yang sama mengakibatkan fiksasi anti gen ke IgE yang terikat ke sel dan pelepasan mediator yang aktif secara farmakologis dari sel tersebut dalam waktu beberapa menit.

Reaksi ini meliputi 3 fase yaitu:
a.Fase sensitasi
Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya reseptor spesifik pada permukaan sel mastosit atau basofil. IgE yang dibentuk biasanya dalam jumlah yang sedikit, yang diikat oleh sel mastosit atau basofil untuk beberapa minggu.
b.Fase aktivasi
Waktu yang dibutuhkan untuk pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mastosit melepaskan isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi. Dalam fase aktivasi terjadi perubahan dalam membran sela akibat dari metilasi fosfolipid yang diikuti influks.
c.Fase efektor
Waktu terjadi respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mastosit dengan aktivitas farmakologik.
Respons yang terjadi menyerupai alergi Hay Fever atau yang dapat mengancam jiwa seperti anafilatik shock terhadap penicillin.
Reaksi yang terjadi pada tipe ini yaitu:
-Eritem : Kemerahan karena dilatasi vascular
-Edem : Pembengkakan yang disebabkan masuknya serum ke dalam jaringan tubuh.
-Pada fase aktivasi, terjadi perubahan membrane sel akibat dari metilasi fosfolipid yang diikuti influks Ca2+
Contoh-contoh penyakit yang timbul segera sesudah tubuh terpajan oleh allergen :
-          Asma bronchial
-          Rinitis
-          Dermatitis atopi

  1. Reaksi Hipersensitivitas Tipe II (Reaksi Sitotoksik)

Hipersensitiviyas tipe ini melibatkan pengikatan antibody (IgG dan IgM) ke antigen permukaan sel atau molekul matriks ekstraseluler. Antibody ini akan mengaktifkan sel yang memiliki reseptor Fcγ R sebagai efektor Antibody Dependen Cellular Cytotoxicity (ADCC). Ikatan antigen-antibody akan mengaktifkan komplemen ( melalui reseptor C3B), memudahkan fagositosis dan menimbulkan lisis.
            Hasil akhir reaksi ini sama dengan Tipe I yaitu: terjadi pelepasan histamine dan bahan-bahan vasoaktif lain. Perbedaanya di sini antigen merupakan bagian dari atau melekat pada sel yang mengandung bahan vasoaktif. Antibody (biasanya IgG atau IgM) akan bereaksi dengan antigen permukaan tersebut yang mengakibatkan kerusakan membrane sel dan pelepasan bahan-bahan vasoaktif, tetapi tidak didapatkan laporan tentang reaksi yang disebabkan oleh melekatnya produk korosi atau degradasi biomaterial pada permukaan sel.
Contoh reaksi tipe II:
-          Destruksi SDM akibat reaksi transfusi
Reaksi ini merupakan bentuk paling sederhana dari reaksi sitotoksik akibat dari ketidakcocokan transfusi darah system ABO yang akan menghancurkan eritrosit dalam vaskuler.
-          Anemia hemolitik
Terjadi akibat suatu infeksi sehingga terbentuk Ig terhadap SDM sendiri.
      -     Reaksi obat
Terjadi akibat hapten dan diikat pada permukaan eritrosit yang menimbulkan pembentukan Ig dan kerusakan sitotoksik.
-          Sindrom Goodpasture
Penyakit autoimun yang membentuk antibody terhadap membrane basal glomerulus dan paru.Sering ditemukan setelah infeksi Sterptococcus Sp.
-          Myasthenia Gravis
Yaitu penyakit lemah otot karena gangguan transmisi neuromuscular, sebagian disebabkan oleh auto antibody terhadap reseptor asetilkolin.
-          Pempigus
Terbentuk antibody terhadap desmosom diantara keratinosit sehingga terjadi pelepasan epidermis dan gelembung-gelembung.

3. Reaksi Hipersensitivitas Tipe 3 (Reaksi Kompleks Imun)

            Ketika antibody bergabung dengan antigennya yang spesifik, terbentuk kompleks imun. Secara normal, kompleks tersebut akan dibuang oleh system retikuloendotelial, tetapi kadang-kadang kompleks tersebut masih ada dan dideposisi di jaringan-jaringan, dan mengakibatkan terjadinya beberapa gangguan. Terjadi bila kompleks antigen-antibody ditemukan dalam sirkulasi atau dinding pembuluh darah atau jaringan yang mengaktifkan komplemen C3a dan C5a. Antibody yang berperan yaitu IgM dan IgG. Antigen dapat berasal dari:
-          Kuman pathogen yang persisten (malaria)
-          Bahan yang terhirup (spora jamur)
-          Jaringan sendiri (penyakit autoimun)
Reaksi ini merupakan hasil presipitasi kompleks antigen antibody. Dengan paparan yang lama, organ-organ seperti ginjal, paru-paru, jantung dan persendian secara permanent dapat dipengaruhinya.
            Presipitat dapat menyumbat pembuluh darah kecil ,menyebabkan aktivasi system komplemen dan respon implamasi nonspesifik yang menyebabkan kerusakan pada bagian tersebut. Hipersensitivitas tipe I,II,III diperantarai oleh antibody dan dapat timbul dalam waktu beberapa menit atau jam dari reaksi tersebut. Tipe-tipe tersebut diklasifikasikan sebagai reaksi hipersensitivitas humoral atau immediate.
Reaksi Tipe 2 mempunyai dua bentuk :
-          Reaksi Arthus
Reaksi ini secara local dan khas terjadi di kulit ketika dosis rendah antigen di suntikan dan terbentuk kompleks imun secara local.Antibodi IgG terlibat dalam proses tersebut  dan  aktivasi komplemen yang terjadi menyebabkan pelepasan mediator dan meningkatkan permeabilitas vaskuler. Ini secara khas terjadi dalam 4-10 jam.
-          Reaksi serum sickness
Reaksi ini menyebabkan penyakit serum.Setelah injeksi serum asing (obat tertentu),antigen dibersihkan dan di sirkulasi secara perlahan-lahan dan produksi antibodipun dimulai. Adanya antigen dan sntibodi secara simultan ,mengakibatkan produksi kompleks imun yang dapat bersirkulasiatau dideposisi di berbagai tempat. Penyakit serum yang khas menyebabkan demam, urtikaria,artralgia limfadenopati dan splenomegali, beberapa hari sampai 2 minggu setelah injeksi serum asing.
Contoh reaksi yang disertai kompleks imun adalah:
-          Demam reuma
-          Farmers Lung

4.Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV ( Reaksi Hipersensitivitas Lambat)

            Hipersensitivitas tipe lambat merupakan fungsi dari limfosit T tersensitisasi secara spesifik,bukan merupakan fungsi antibody. Reaksi imun ini lambat,yakni respon ini dimulai beberapa jam (beberapa hari) setelah kontak dengan antigen dan sering berlangsung selama berhari-hari.
 Jenis antigen pada reaksi ini :
-     jaringan asing,
-     mikroorganisme intraseluler (virus,mycobakteri),
-     Protein atau bahan kimia yang dapat menembus kulit dan bergabung dengan protein yang berfungsi sebagai carrier.
            Pada reaksi ini tidak ada peranan antibody. Ini merupakan Cell Immediate Sensitivity . Pada reaksi hipersensitivitas tipe I,II,dan III yang berperan adalah antibody (imunitas humoral) sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah Liomfosit T atau dikenal sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka ( sensitized T Lynphocyte) bereaksi dengan antigen dan menyebabkan terlepasnya mediator (Limfokin) yang berakibat terjadinya peradangan local subkutan atau musculus yang menyebabkan peningkatan masa jaringan yang dapat kita palpasi (teraba). Reaksi ini sering memerlukan waktu berhari-hari,dikenal sebagai delayed hypersensitivity. Pada beberapa individu , terjadi sensitivitas kontak terhadap komponen biomaterial.

Ada 4 jenis reaksi hipersensitivitas tipe IV yaitu:
a. Reaksi Jones Mote (JM)
            Reaksi ini ditandai oleh adanya infiltrasi basofil di bawah epidermis. Reaksi ini timbul oleh karena terdapat antigen yang larut dan oleh limfosit yang peka terhadap siklofosfamide. Reaksi ini terjadi sesudah 24 jam.
b. Dermatitis kontak dan Hipersensitivitas kontak
            Hipersensitivitas kontak terjadi setelah sensisitasi dengan zat kimia sederhana (misalnya nikel,formaldehid), bahan-bahan kimia, bahan-bahan tumbuhan (racun pohon oak), obat yang digunakan secara topical (misalnya sulfonamide,neosin). Molekul-molekul kecil masuk ke dalam kulit dan kemudian bereaksi sebagai hapten,melekat pada protein tubuh dan bertindak sebagai antigen komplit. Hipersensitivitas yang diperantarai oleh sel terinduksi, khususnya di kulit. Ketika kulit kembali kontak dengan agen penyebab hipersensitivitas tersebut, orang yang sensitive mengalami erotema, gatal, vesikulasi, eksema, atau nekrosis kulit dalam waktu 14-28 jam. Dermatitis kontak adalah dermatitis yang timbul pada kulit tempat kontak dengan allergen.

c. Reaksi Tuberkulin
            Hipersensitivitas lambat terhadap antigen mikroorganisme terjadi pada banyak penyakit infeksi dan telah digunakan sebagai alat bantu diagnosis. Seperti yang terjadi pada reaksi tuberculin. Reaksi ini terjadi 20 jam setelah terpajan dengan antigen. Kemudian setelah 48 jam timbul infiltrasi limfosit dalam jumlah besar di sekitar pembuluh darah sehingga menyebabkan hubungan serat-serat kolagen kulit rusak
d. Reaksi Granuloma
            Reaksi yang menyusul respon akut dimana terjadi influks monasit,neutrofil dan limfosit ke jaringan. Bila keadaan terkontrol neutrofil dikerahkan lagi dan berdegenerasi. Selanjutnya dikerahkan sel mononuclear yaitu sel monosit, sel makrofag , sel limfosit dan sel plasma yang menyebabkan gambaran patologik dari inflamasi kronik, monosit dan makrofag yang berperan:
-          Menelan dan mecerna mikroba, debris seluler dan neutrofil yang berdegenerasi.
-          Modulasi respons imun dan fungsi sel T melalui presentasi antigen dan sekresi sitokin
-          Memperbaiki kerusakan jaringan dan fungsi sel yang berperan dalam informasi melalui sekresi sitokin.

            Jadi di dalam inflamasi kronik, terjadilah fagosit makrofag debris seluler dan bahan,bahan yang belum disingkirkan oleh neutrofil. Hal ini akan menyebabkan struktur jaringan menjadi normal kembali atau menjadi fibrosis dengan struktur dan fungsi yang berubah. Ditandai dengan pembentukan Granuloma yang terdiri dari sel-sel berinti tunggal yang telah berubah,histiosit,sel-sel epiteloid dan sel-sel datia benda asing. Reaksi ini memerlukan waktu yang lebih lama daripada hipersensitivitas tipe lambat dan membutuhkan zat-zat yang sulit larut. Peristiwa ini terjadi pada tuberculosis, lepra jenis tuberkuloid dll.

Reaksi cepat memiliki ciri-ciri:
1. Timbul dan hilangnya dengan cepat
2. Diinduksikan oleh antigen melalui berbagai saluran
3. Ada antibody yang berperan dan beredar pada reaksi ini.
4. Dapat dipindahkan secara pasif melalui serum
5. Mudah di lakukan desensisasai tetapi hanya sementara
6. Lesi-lesi berupa eksudasi akut dan nekrosis lemak
7. Terjadi edema dan kemerahan debgan ukuran maksimum yang terjadi dalam waktu 6 jam.
Reaksi lambat memiliki ciri-ciri:
1. Timbul perlahan-lahan dan bertahan lama
2. Terinduksi oleh infeksi, suntikan antigen melaui kontak pada kulit
3. Reaksi dipengaruhi oleh sel dan tidak dipengaruhi oleh antibody
4. Dapat dipindahkan denagn pemindahan limposit
5. Sulit dilakukan desentisasi tetapi akan berlangsung lama
6. Sel-sel berinti tunggal menggumul di sekitar pembuluh darah
7. Eritema dan indurasi dengan ukuran maksimim yang terjadi dalam waktu 24 jam
   sampai 48 jam.

SEMOGA BERMANFAAT...SILAKAN POST-COMMENT BILA ADA YANG INGIN DITANYAKAN....TRIM'S